Rabu, 23 Maret 2016

"ADA CINTA DI PENJARA SUCI"

By: Kurniasih

Terdengar suara indah sekali,  suara azan yang dikumandangkan di Masjid. Para santri segera melangkahkan kaki ke masjid untuk menunaikan shalat subuh berjamaah. Lantunan kalimat-kalimat thayyibah dan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an menggema ditelinga para santri sehingga membuat hati mereka menjadi terasa sejuk. Menjelang pagi, sang mentaripun menampakkan wajahnya dari ujung timur, seiring dengan suara burung yang berkicauan betengger diatas pohon-pohon disekeliling pondok pesanten. Para santri sudah siap untuk menerima pengajian pagi dari sang Kiai, mereka duduk berbaris rapi seperti itik yang selalu berbaris rapi ketika berjalan bersama. Para santri saling bertanya-tanya kenapa kiai belum datang, sehingga salah satu santri ditunjuk untuk menghadap ke rumah Kiai.

“Assalamu’alaikum…..kiai.”

“Wa’alaikumussalam….ada apa puady?”. Kiai menjawab salam dari Puady. Kemudian Puady mengutarakan maksud kedatangannya, “Semua santri sudah menunggu Kiai di Masjid”. Kiai membalas ucapan Puady dengan nada agak terbata-bata, “Ma’af Puady, saya lagi kurang sehat, bagaimana kalau kamu saja yang menggantikan saya  menyampaikan pengajian untuk pagi ini saja?”. Puady terkejut, “Bagaimana bisa seperti itu kiai? Saya tidak pandai dalam penyampaikan pengajian”. Lalu sang Kiai menjawab, “Lakukan saja apa yang saya perintahkan”. Dengan jantung yang berdebar-debar Puady menerima apa yang diperintahkan oleh sang Kiai, “Baiklah kiai, saya akan coba, kalau begitu saya pamit dulu kiai, assalamualaikum….”

“Wa’alaikumussalam…..”

Puady kembali ke Masjid dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Kiai. Dia mengarahkan pandangannya kepada para santri dan sekali-kali dia mengalihkan pandangannya kepada santriwati, sehinngga matanya tertuju pada salah satu santriwati yang begitu mempesona dan menarik perhatian Puady. Dia bernama Azula. Dia adalah santriwati yang shalihah, cerdas, cantik, dan mempunyai keahlian dalam melukis.

Pengajianpun selesai, para santri kembali ke pondok masing-masing. Hanya ada satu santri yang masih duduk termenung melamun di depan Masjid, yaitu Puady. Tiba-tiba pikirannya diliputi oleh wajah Azula, dan terlintas dalam benaknya untuk menulis sepucuk surat untuk Azula. Kemudian dia akan menitipkan suratnya melalui salah satu santriwati. Akhirnya Azula menerima surat dari Puady, surat itu berisikan tentang isi hati Puady kepada Azula bahwa ia melihat keindahan Tuhan pada wajahnya, Allah telah memperlihatkan kekuasaan_Nya melalui kecantikan Azula yang begitu indah dimata Puady. Azula sangat senang menerima sepucuk surat dari seorang santri yang terkenal paling rajin dan ahli dalam pelajaran kitab, kemudian Azulapun membalas surat itu.

Suatu hari Azula sedang menikmati pemandangan disekitar pondoknya sambil membawa sebuah buku dan satu batang pensil, tiba-tiba dia ingat akan wajah Puady, karena Azula pandai dalam melukis, dengan sorotan mata yang berseri-seri dan hati yang berbunga-bunga, maka dia mencoba melukis wajah Puady dalam bukunya.

Jam menunjukkan jam masuk belajar di dalam kelas. Sebelum pelajaran dilannjutkan, ustazah Fatimah menyuruh semua siswi mengumpulkan tugas yang diberikan minggu lalu. Setelah semua tugas terkumpulkan, Azula baru ingat bahwa didalam buku tugasnya dia telah melukis wajah Puady, namun dia malu untuk mengambil bukunya kembali. Ustazah Fatimah memeriksa tugas para siswi satu persatu, buku yang pertama kali diperiksa adalah bukunya Azula. Ustazah Fatimah menemukan lukisan wajah Puady persisi sekali dengan wajah Puady, bahkan lukisan itu nampak seperti poto didalam buku Azula. Ustazah Fatimah langsung memanggil Azula dan menyuruhnya keluar menghadap ke Kiai. Dengan hati yang diliputi rasa takut yang mencekam tubuhnya dan mata yang berkaca-kaca, Azula melangkahkan kaki menghadap kepada Kiai untuk mengakui kesalahannya dan menceritakan kesalahannya dengan jujur, dia menyadari akan kesalahannya selama ini dan dia sangat menyesal karena telah terlena oleh godaan syetan. Peraturan di pondok pesantren itu tidak boleh pacaran apalagi sampai ditemukan surat dan poto santri putra/putri. Barang siapa yang pacaran, maka hukumanya adalah dinikahkan atau dikeluarkan dari pondok tersebut.

Sampailah Azula di rumah kiai, karena Azula adalah santriwati yang shalihah, maka dia menceritakan kesalahannya dengan sejujur-jujurnya. Kemudian dipanggilah Puady untuk sama-sama menghadap ke kiai, keduanya disidang dan disuruh memilih antara menikah atau dikeluarkan dari pondok itu. Karena keduanya adalah santri yang taat ibadah kepada Allah SWT, maka mereka memilih untuk menikah dan mereka tidak mau keluar dari pondok itu, karena bagi mereka pondok itu adalah rumah mereka sendiri, dari pada pacaran yang hanya akan membawa mereka kepada kelalaian dan kemaksiatan. Selain itu juga, pacaran adalah larangan berat dalam pondok pesantren itu. Ketika itu Puady berusia 22 tahun dan Azula berusia 18 tahun, karena Puady sudah 10 tahun tinggal di pondok itu sedangkan Azula 6 tahun. Ketika itu, Azula masih duduk di bangku kelas XII MA. Akhirnya orang tua mereka dipanggil dan mereka dinikahkan oleh kiai di pondok pesantren tersebut dan disaksikan oleh semua santri yang ada disana.


Setelah beberapa tahun kemudian sang Kiai menderita penyakit yang menyebabkannya sampai meninngal dunia. Namun semasa hidupnya dulu, Kiai pernah berwasiat bahwa jika dia meninggal, maka yang akan menggantikannya meneruskan pondok pesantren itu adalah Puady. Akhirnya setelah kepergian Kiai, Puady melaksanakan wasiat dari kiai. Semenjak Puady yang menjadi Pembina di pondok itu, santri putra dan santri putri tidak boleh bertemu lagi walau dalam keadaan apapun, kecuali santri yang bersaudara. Puady memnjadi pengasuh santri putra dan Azula menjadi pengasushsantri putri. Jadilah mereka Kiai dan bu Nyai di pondok pesantren Nurul Qur’an yang berada di desa Banyu Urip kabupaten Lombok Tengah, NTB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar