By: Kurniasih
Terdengar suara indah sekali, suara azan yang dikumandangkan di Masjid.
Para santri segera melangkahkan kaki ke masjid untuk menunaikan shalat subuh
berjamaah. Lantunan kalimat-kalimat thayyibah dan bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an
menggema ditelinga para santri sehingga membuat hati mereka menjadi terasa
sejuk. Menjelang pagi, sang mentaripun menampakkan wajahnya dari ujung timur,
seiring dengan suara burung yang berkicauan betengger diatas pohon-pohon
disekeliling pondok pesanten. Para santri sudah siap untuk menerima pengajian
pagi dari sang Kiai, mereka duduk berbaris rapi seperti itik yang selalu
berbaris rapi ketika berjalan bersama. Para santri saling bertanya-tanya kenapa
kiai belum datang, sehingga salah satu santri ditunjuk untuk menghadap ke rumah
Kiai.
“Assalamu’alaikum…..kiai.”
“Wa’alaikumussalam….ada apa puady?”. Kiai menjawab salam dari
Puady. Kemudian Puady mengutarakan maksud kedatangannya, “Semua santri sudah
menunggu Kiai di Masjid”. Kiai membalas ucapan Puady dengan nada agak
terbata-bata, “Ma’af Puady, saya lagi kurang sehat, bagaimana kalau kamu saja
yang menggantikan saya menyampaikan
pengajian untuk pagi ini saja?”. Puady terkejut, “Bagaimana bisa seperti itu kiai?
Saya tidak pandai dalam penyampaikan pengajian”. Lalu sang Kiai menjawab, “Lakukan
saja apa yang saya perintahkan”. Dengan jantung yang berdebar-debar Puady
menerima apa yang diperintahkan oleh sang Kiai, “Baiklah kiai, saya akan coba,
kalau begitu saya pamit dulu kiai, assalamualaikum….”
“Wa’alaikumussalam…..”
Puady kembali ke Masjid dan
melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Kiai. Dia mengarahkan pandangannya
kepada para santri dan sekali-kali dia mengalihkan pandangannya kepada
santriwati, sehinngga matanya tertuju pada salah satu santriwati yang begitu
mempesona dan menarik perhatian Puady. Dia bernama Azula. Dia adalah santriwati
yang shalihah, cerdas, cantik, dan mempunyai keahlian dalam melukis.
Pengajianpun selesai, para santri
kembali ke pondok masing-masing. Hanya ada satu santri yang masih duduk
termenung melamun di depan Masjid, yaitu Puady. Tiba-tiba pikirannya diliputi
oleh wajah Azula, dan terlintas dalam benaknya untuk menulis sepucuk surat
untuk Azula. Kemudian dia akan menitipkan suratnya melalui salah satu
santriwati. Akhirnya Azula menerima surat dari Puady, surat itu berisikan
tentang isi hati Puady kepada Azula bahwa ia melihat keindahan Tuhan pada
wajahnya, Allah telah memperlihatkan kekuasaan_Nya melalui kecantikan Azula
yang begitu indah dimata Puady. Azula sangat senang menerima sepucuk surat dari
seorang santri yang terkenal paling rajin dan ahli dalam pelajaran kitab,
kemudian Azulapun membalas surat itu.
Suatu hari Azula sedang menikmati
pemandangan disekitar pondoknya sambil membawa sebuah buku dan satu batang
pensil, tiba-tiba dia ingat akan wajah Puady, karena Azula pandai dalam
melukis, dengan sorotan mata yang berseri-seri dan hati yang berbunga-bunga,
maka dia mencoba melukis wajah Puady dalam bukunya.
Jam menunjukkan jam masuk belajar di
dalam kelas. Sebelum pelajaran dilannjutkan, ustazah Fatimah menyuruh semua
siswi mengumpulkan tugas yang diberikan minggu lalu. Setelah semua tugas
terkumpulkan, Azula baru ingat bahwa didalam buku tugasnya dia telah melukis
wajah Puady, namun dia malu untuk mengambil bukunya kembali. Ustazah Fatimah
memeriksa tugas para siswi satu persatu, buku yang pertama kali diperiksa
adalah bukunya Azula. Ustazah Fatimah menemukan lukisan wajah Puady persisi
sekali dengan wajah Puady, bahkan lukisan itu nampak seperti poto didalam buku
Azula. Ustazah Fatimah langsung memanggil Azula dan menyuruhnya keluar
menghadap ke Kiai. Dengan hati yang diliputi rasa takut yang mencekam tubuhnya
dan mata yang berkaca-kaca, Azula melangkahkan kaki menghadap kepada Kiai untuk
mengakui kesalahannya dan menceritakan kesalahannya dengan jujur, dia menyadari
akan kesalahannya selama ini dan dia sangat menyesal karena telah terlena oleh
godaan syetan. Peraturan di pondok pesantren itu tidak boleh pacaran apalagi
sampai ditemukan surat dan poto santri putra/putri. Barang siapa yang pacaran,
maka hukumanya adalah dinikahkan atau dikeluarkan dari pondok tersebut.
Sampailah Azula di rumah kiai, karena
Azula adalah santriwati yang shalihah, maka dia menceritakan kesalahannya
dengan sejujur-jujurnya. Kemudian dipanggilah Puady untuk sama-sama menghadap
ke kiai, keduanya disidang dan disuruh memilih antara menikah atau dikeluarkan
dari pondok itu. Karena keduanya adalah santri yang taat ibadah kepada Allah
SWT, maka mereka memilih untuk menikah dan mereka tidak mau keluar dari pondok
itu, karena bagi mereka pondok itu adalah rumah mereka sendiri, dari pada
pacaran yang hanya akan membawa mereka kepada kelalaian dan kemaksiatan. Selain
itu juga, pacaran adalah larangan berat dalam pondok pesantren itu. Ketika itu
Puady berusia 22 tahun dan Azula berusia 18 tahun, karena Puady sudah 10 tahun
tinggal di pondok itu sedangkan Azula 6 tahun. Ketika itu, Azula masih duduk di
bangku kelas XII MA. Akhirnya orang tua mereka dipanggil dan mereka dinikahkan
oleh kiai di pondok pesantren tersebut dan disaksikan oleh semua santri yang
ada disana.
Setelah beberapa tahun kemudian sang
Kiai menderita penyakit yang menyebabkannya sampai meninngal dunia. Namun
semasa hidupnya dulu, Kiai pernah berwasiat bahwa jika dia meninggal, maka yang
akan menggantikannya meneruskan pondok pesantren itu adalah Puady. Akhirnya setelah
kepergian Kiai, Puady melaksanakan wasiat dari kiai. Semenjak Puady yang
menjadi Pembina di pondok itu, santri putra dan santri putri tidak boleh
bertemu lagi walau dalam keadaan apapun, kecuali santri yang bersaudara. Puady
memnjadi pengasuh santri putra dan Azula menjadi pengasushsantri putri. Jadilah
mereka Kiai dan bu Nyai di pondok pesantren Nurul Qur’an yang berada di desa
Banyu Urip kabupaten Lombok Tengah, NTB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar